Jumat, 26 Juni 2009

BAYANGAN *Ahmad Albar/God Bless




Sunyinya malam kian mencekam
Menambah kegelisahan
Ingin kuraih satu peranan dalam kehidupan ini
Namun kutak mampu menyingkirkan
Segala keraguan ini

Terbayang selalu masa yang silam
Yang penuh penderitaan
Kucoba lagi untuk melangkah
Dengan darah yang tersisa
Masih adakah secercah harapan
menyingkap problema ini

Reff:
Hanya bayangan ada didepanku
ingin kulalui namun aku tak berdaya
Mimpi-mimpi selalu menghantui
Menyiksa batinku Hancurkan Kehidupanku ..2x
Tuhan tolonglah hambamu ini
Tuhan Tunjukan jalanku ini
Wujudkan segala harapan

TAK GENDONG *Mbah Surip



Tak gendong kemana-mana 3x
Mantep dong enak dong
Daripada naik pesawat kedinginan
Mendingan tak gendong ayooooooo
Tak gendong kemana -mana3x
Mantep dong enak dong
dari pada naik taksi kesasar
mendingan tak gendong
wear aryou doing
oke iam hoking

Senin, 15 Juni 2009

KAKIKU PATAH

Peristiwa ini terjadi pada tahun 1965 di Ujungberung, Bandung.Sekeliling belakang rumahku di benteng dengan batako. Di sudut belakang rumah yang berbatasan dengan tanah mang Edeng, tumbuh pohon roay (kacang kapri) yang sedang berbuah. Aku suka memetik yang sudah kering dan bijinya di goreng. Jika aku memetik roay, biasanya dibawah menunggu Nyai (Adik perempuanku), Deni dan Eti (Saudaraku dari Uwak Udi). Aku memanjat benteng, dan tidak disadari bahwa benteng yang kupijak telah retak dikiri dan kanan. Ketika aku turun, kupegang ujung atas benteng dan kaki menahan badan benteng, lalu tiba-tiba …brrruuug, ujung atas benteng yang runcing menimpa kaki kiriku. Diantara reruntuhan tembok, setengah sadar aku mendengar Ade (Kakakku) menjerit histeris melihat tulang kakiku patah dan keluar menembus daging. Tiba-tiba secepat kilat aku digendong Ema dibawa kerumah. Banyak orang yang menonton, tetapi yang turut menolong saat itu adalah Mang Kede (Kidal) yang tinggal di Sukup (Tukang nyangkul di sawah seberang jalan). Ema segera membawaku ke Rumah Sakit Ujungberung dengan naik beca.

Kakiku mulai terasa sakit ketika tiba di rumah sakit, dan ternyata aku harus dibawa ke Rumah Sakit Rancabadak (sekarang RSUP Hasan Sadikin) di Bandung. Dengan menggunakan mobil Jip Kopem (Pemberantasan Malaria) warna hijau milik Pak Nunuh, aku dibawa ke RSUP Hasan Sadikin. Saat kejadian, Apa sedang dinas. Aku dibaringkan di ruang gawat darurat. Menurut Dokter, aku harus dioperasi, dan akan segera dioperasi malam harinya. Menjelang sore Apa datang ke Rumah Sakit. Apa menghampiriku dengan membawa makanan (Roti dan Kue Apem) dan langsung aku disuapi, padahal menurut Dokter aku harus puasa karena akan dioperasi. Selama penantian operasi aku tertidur. Musibah yang menimpaku terjadi pada tahun 1965 bersamaan dengan peristiwa pemberontakan PKI dan Meletusnya gudang amunisi TNI di Bojong Koneng. Waku itu Ema harus menyusui Ojat (Adikku yang bungsu). Selama mengurusku di Rumah Sakit, terpaksa Ojat sementara dititipkan ke Ibu O’oh Mang Iyas. Operasi kakiku berjalan sukses, dan aku ditempatkan di Bangsal 3 kamar I. Satu kamar ada 4 orang pasien, yang tiga orang adalah pasien korban peristiwa Bojongkoneng meletus. Bojong koneng adalah tempat penyimpanan amunisi militer (peluru, bom, bahan peledak) yang terletak di dekat Taman Makam Pahlawan Cikutra. Untuk pasen Bojongkoneng ada tambahan makanan berupa susu, roti, dan bubur kacang hijau, karena satu kamar dengan mereka petugas menganggapku pasien korban Bojongkoneng, dan aku selalu mendapat jatah makanan korban Bojongkoneng.

Yang menemaniku di rumah sakit bergantian, kalau pagi Ema atau A Acep, dan menjelang sore diganti oleh Apa sepulang dari Dinas. Apa berangkat Dinas dari rumah sakit. Sebagai seorang polisi Apa selalu membawa pistol, dan jika menginap di rumah sakit pistolnya selalu disimpan dibawah kasur yang kutiduri tanpa sepengetahuanku, pernah sekali terjadi sewaktu berangkat dinas Apa lupa membawa pistolnya, dan ketika petugas rumah sakit mengganti sprei dan membalik kasur ditemukan pistol Apa. Pistol diamankan rumah sakit, dan tak lama kemudian Apa datang kembali untuk mengambil pistolnya.

Tiga bulan aku dirawat di rumah sakit dan yang paling sering menemaniku adalah Ade (kakakku) yang suka membawaku berkeliling lorong rumah sakit dengan menggunakan kursi roda. Selama tiga bulan aku tidak masuk sekolah, dan ketika Ibu Guru Elly menengok kusampaikan, aku takut tidak naik ke kelas V, Ibu Guru Elly hanya tersenyum. Setelah patah kaki, aku tidak berani lagi bermain sepak bola. Aku bersyukur bahwa kakiku utuh kembali, tidak seperti yang dikuatirkan Ema dan Apa. Waktu itu Ema dan Apa sedih dan takut kakiku tidak dapat disembuhkan.

JATUH DARI POHON MANGGA

Setelah kakiku sembuh, aku mulai masuk sekolah lagi, teman-teman menyambutku dan berkerumun disekelilingku, ingin mendengar pengalaman selama di rumah sakit. Selang beberapa lama, pohon mangga di depan rumahku berbuah lebat, aku mengajak temanku kerumah. Untuk menjamu teman aku naik pohon mangga untuk memetik beberapa butir, temanku menunggu dibawah, tak disangka aku menginjak ranting pohon kering dan selanjutnya …kraaakk.. gedebug…aku melayang jatuh, kepalaku kena pecahan genteng dan berdarah. Sampai sekarang bekas luka di kepala masih ada (pitak). Kecelakaan lainnya adalah ketika aku dibonceng naik sepeda oleh Jang Odeng (Anak Mang Jaja Domba). Waktu itu sepulang dari nonton bola di Campurit (Asrama Zeni Para, TNI-AD), aku dibonceng didepan, rupanya kaki kiriku kepleset dan… berrrrr …masuk jari-jari ban depan, kakiku berdarah lagi. Kembali aku dimarahi Ema. Itulah beberapa kejadian yang pernah kualami, dan semuanya sangat merepotkan Ema dan Apa, sebab tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan untuk rumah sakit dan obat. Gaji Apa sebagai seorang Polisi tidak cukup untuk membiayai kebutuhan keluarga, walaupun demikian aku bangga kepada Ema dan Apa yang telah membesarkan semua putra putrinya. Sampai sekarang aku merasa belum membalasnya. Walaupun Ema dan Apa tidak mengharapkan, tapi itu adalah sebuah kewajiban seorang anak terhadap orangtuanya.

Minggu, 07 Juni 2009

BERMAIN PERANG-PERANGAN

Sebagaimana halnya anak-anak, bermain adalah kesukaanku mulai dari kucing-kucingan (Ucing Kompeni), gatrik, ngadu gambar, ngadu kaleci (klereng), cangkang rokok, ngadu muncang (kemiri), main pedang, ucing beling, ucing bancakan, susulumputan, perepet jengkol jajahean, loncat tinggi, dan lain-lain. Yang kusukai adalah perang-perangan ala tentara, yaitu main tembak-tembakan. Untuk berkomunikasi antar tentara, aku dan teman-teman pura-pura menggunakan bahasa asing, walaupun yang bunyi cuma “was wes wos”. Lokasi untuk main perang-perangan adalah di sawah kaler (sekarang Ujungberung Indah).

Masih kuingat untuk main sebagai tentara, aku harus memakai nama yang dipasang di dada, tapi aku lupa memakai nama siapa, yang kuingat Ade (kakakku) memakai nama Kaelani, mengapa nama itu? Akupun tidak tahu alasannya. Yang paling asyik adalah main pedang-pedangan, pedang dibuat dari kayu pohon lalampuan (bunga sepatu) yang diambil dibawah kebun bambu dekat kolam Mang Jarat atau mencuri dibalong Mawar milik Den Wardi. Aturan main pedang adalah masing-masing lawan harus seimbang atau sebaya, dinyatakan kalah jika kaki kena sentuhan pedang lawan. Aku masih ingat, Jika sedang asyik bermain pedang bersama teman sebaya, suka dikacaukan dengan munculnya Jang Aga putra Mang Onong, karena dia bukan sebayaku. Kalau sudah begitu biasanya permainan bubar. Jenis permainan lainnya adalah ngadu jangkrik, untuk mendapatkan jangkrik aduan aku dan teman-teman mencarinya ke Pasir Jati dan Baru Malati, sebuah daerah perbukitan di lereng gunung Palasari. Aku tidak begitu mahir dalam mencari jangkrik, paling sering aku mendapatkan jangkrik bikang (betina) dan jangkrik walanda atau cihcir (jangkrik kecil), sedangkan jangkrik kalung (jantan) hanya dapat 1-2 ekor saja. Yang paling pintar mencari jangkrik adalah Pipih dan Oman (Sepupuku putra Uwak Iya), kadang-kadang aku dikasih. Sebetulnya di sekolahan juga ada yang jual, tapi sayang harganya cukup mahal.

MENCURI MANGGA DAN JAMBU

Masa kanak-kanak akan mengalami phase berburu. Dan itu aku alami, tetapi yang kulakukan adalah mencuri. Itu terjadi ketika aku, Pipih (sepupuku putra Wak Iya), dan Ujang Mang Emod sedang bermain bertiga dekat pohon mangga Uwa Ukar, sebelah rumahku. Tiba-tiba mataku tertuju pada buah mangga golek yang menggantung berwarna kuning. Kebetulan Uwak Ukar dan keluarganya sedang tidak ada dirumah. Akhirnya bertiga berembug untuk melakukan aksi panjat, dan yang terpilih untuk melakukan pemanjatan adalah Pipih, sedang aku berdua berjaga-jaga dibawah. Setelah mangga dipetik lalu bertiga pergi ke sawah kaler untuk memakannya. Setibanya di sawah, kami berdiri di galengan diantara padi yang menguning, tiba-tiba ada perasaan bimbang dan takut dosa, sebab ketika kutanya Pipih dan Ujang jadi tidaknya makan mangga, dua-duanya menggelengkan kepala. Hening sejenak. Akhirnya dicapai kesepakatan, mangga golek yang ranum itu kami lempar ke tengah sawah. Kami bertiga pulang tanpa mencicipi manisnya mangga hasil curian.

Di lain hari, aku mendapat informasi dari Wawan (Adikku) bahwa pohon jambu batu milik Aoh Ninong dekat balong abu dipinggir sawah sedang berbuah, dan berangkatlah kami berdua untuk melakukan pemetikan liar. Ketika tiba di lokasi, sebelum memanjat, aku lirik kiri dan kanan, dan ketika ancang-ancang untuk memanjat, kami kaget, karena ada sepasang kelom (bakiak) dibawah pohon, spontan mataku melihat keatas dan…selanjutnya …..uuiiyyyy nampaklah seorang laki-laki sedang melotot dan mengacungkan jari telunjuknya lalu menghardik, “Hey..mau apa kalian!!!!”. Kami berdua lari terbirit-birit. Ternyata laki-laki itu Kang Entar, teman A Acep, kakaku.

Sabtu, 06 Juni 2009

TERBANG



Di kampung Pangadegan, Desa Margawati, Kota Garut-Jabar, ada grup seni namanya terbang, alat musik yang digunakan adalah terbang (gendang untuk qosidahan). Terbang merupakan salah satu model seni budaya yang dipergunakan oleh tokoh penyebar agama Islam, grup terbang biasanya melantunkan sya'ir/lagu yang liriknya bersumber dari Al-Qur'an atau kumpulan kitab shalawat Nabi Muhammad Saw berisi puji-pujian terhadap Sang Khalik.

Biasanya mereka mulai bermain setelah ba'da shalat Isya sampai menjelang subuh.Pemain grup terbang umumnya sudah tergolong Manula, rupanya para Santri Muda kurang berminat melanjutkan kesenian tersebut.Dikhawatirkan kesenian tersebut akan lenyap ditelan zaman apabila tidak ada pembinaan dari Pemda, khususnya Dinas Pariwisata dan Seni Budaya.

Selasa, 02 Juni 2009

Cinta Terlarang *the Virgin


Kau kan slalu tersimpan di hatiku Meski ragamu tak dapat ku miliki
Jiwaku kan slalu bersamamu
Meski kau tercipta bukan untukku
Tuhan berikan aku hidup satu kali lagi
Hanya untuk bersamanya
Ku mencintainya sungguh mencintainya
Rasa ini sungguh tak wajar
Namun ku ingin tetap bersama dia
Untuk selamanya
Mengapa cinta ini terlarang
Saat ku yakini kaulah milikku
Mengapa cinta kita tak bisa bersatu
Saat ku yakin tak ada cinta selain dirimu
Tuhan berikan aku hidup satu kali lagi
Hanya untuk barsamanya
Ku mencintainya sungguh mencintainya
Rasa ini sungguh tak wajar
Namun ku ingin tetap bersama dia
Untuk selamanya

Yogyakarta ..*Katon Bagaskara


Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgia saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama suasana Jogja
Di persimpangan, langkahku terhenti
Ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila
Musisi jalanan mulai beraksi seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri, di tengah deru kotamu
(Walau kini kau t’lah tiada tak kembali) Oh…
(Namun kotamu hadirkan senyummu abadi)
(Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi)
(Bila hati mulai sepi tanpa terobati) Oh… Tak terobati
Musisi jalanan mulai beraksi, oh…
Merintih sendiri, di tengah deru, hey…
Walau kini kau t’lah tiada tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu abadi
Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi
(untuk s’lalu pulang lagi)
Bila hati mulai sepi tanpa terobati, oh…
(Walau kini kau t’lah tiada tak kembali)
Tak kembali…
(Namun kotamu hadirkan senyummu abadi)
Namun kotamu hadirkan senyummu yang, yang abadi
(Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi)
Izinkanlah untuk s’lalu, selalu pulang lagi
(Bila hati mulai sepi tanpa terobati)
Bila hati mulai sepi tanpa terobati
Walau kini engkau telah tiada (tak kembali) tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu (abadi)
Senyummu abadi, abadi…

Senin, 01 Juni 2009

Mutiara 2

· Orang yang mempunyai sikap mental negative akan

mengundang kesulitan,seperti besi sembrani menarik

benda-benda besi lainnya

· Pengetahuan yang dipergunakan secara pandai

akan mengundang yang lebih besar lagi

Rindu Tak Bertepi

Lewat pinggiran hutan aku berjalan

Debu jalanan membeku kaku

Dedaunan mulai merunduk

Diatas gundukan kayu-kayu tua

Senjapun jatuh menutup jalan

Menebar sunyi disekitar

Sekeping hati menyelinap senyap

Rindu tercecer ..berserakan

Aku telah jauh berjalan melewati hamparan laut lepas

Menembus belantara raya

Senja yang jatuh digundukan kayu tua

Bawa kerinduan yang tak bertepi….


*darmatin

Camp Bangkiang, 9 Februari ‘80